Editorial Cartoon

Editorial Cartoon

Pemerintah Daerah Kab. Karawang, Jawa Barat

Pemerintah Daerah Kab. Karawang, Jawa Barat
Kantor Bupati Karawang

Wednesday, October 4, 2017

Tragedi Pemilukada 2010 dalam Perspektif Sejarah Modern Karawang. Oleh : H E I G E L



KARAWANG Post - Era Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998 yang digantikan oleh wakil presiden BJ Habibie.

Bersamaan pada saat itu, Bupati Karawang tengah dijabat oleh Kolonel (Inf) Dadang S Muchtar yang didampingi ketua DPRD Kolonel (inf) Jamal Safiudin sampai tanggal 3 Agustus 1999. Selanjutnya, Dadang didampingi ketua DPRD Adjar Sujud Purwanto.

Sebelum menjabat Bupati Karawang, Dadang menjabat sebagai asisten logistik (Aslog) Kodam III/Siliwangi. Berdasarkan SK Mendagri Nomor: 141. 32-055 tanggal 21 Februari 2000, secara resmi, Dadang berhenti menjabat Bupati Karawang dan ditarik kembali ke Markas Besar TNI.  Pada zaman Gus Dur jadi persiden, istilah itu dikenal sebagai ”TNI back to barracks”.

Setelah Dadang S Muchtar kembali ke Mabes TNI, sebelum habis masa jabatannya sebagai Bupati Karawang, maka sebagai pejabat sementara (Pjs) Bupati Karawang dipegang oleh wakilnya, yakni, RH Daud Priyatna asal daerah Pedes di Karawang.

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri No. 131.32.055, tanggal 21 Februari tahun 2000, Daud selain menjabat Bupati Karawang juga merangkap sebagai Wakil Bupati Karawang. Daud menjabat Pjs Bupati Karawang sedang ketua DPRD nya masih Adjar Sujud Purwanto. Daud melanjutkan masa jabatan Bupati Karawang hingga tahun 2000.

Setelah Daud Priyatna menyelesaikan masa jabatannya sebagai Bupati Karawang sampai tahun 2000, Kabupaten Karawang mengadakan pesta demokrasi Pemilihan Bupati (Pilbup) Karawang PeriodeTahun 2000-2005. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) waktu itu selaku penyelenggara Pilbup tersebut. Jadi pada saat itu belum terjadi Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) langsung.

Wakil rakyat yang duduk di DPRD Karawang memilih Achmad Dadang yang didampingi oleh Shalahudin Muftie naik menduduki kursi Bupati/Wakil Bupati Karawang PeriodeTahun 2000-2005. Maka berakhirlah masa pemilihan Bupati yang dipilih DPRD, Selanjutnya, Bupati/Wakil Bupati akan dipilih langsung oleh rakyat.


Pemilukada Langsung di Karawang Tahun 2005
Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Karawang, menetapkan empat pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Karawang Periode 2005-2010, mereka yang akan berlaga dalam Pemilukada itu; Pertama, Achmad Dadang (incumbent) berpasangan dengan Atori Hasanuddien yang diusung PPP dan PAN. Nomor urut dua pasangan Dadang S Muchtar (mantan Bupati) dan Hj. Elly Amallia yang diusung oleh Partai Golkar. Nomor urut tiga, Detiawarman dan Adji Mubarok Rachmat yang diusung oleh PDIP, dan yang terakhir nomor urut empat, pasangan Ade Swara dan Endang Rachmat yang diusung PKS, PBB dan sejumlah gabungan partai kecil.

Inilah Pemilukada Kabupaten Karawang pertama yang paling berkualitas dan bergengsi banyak disebut orang, paling demokratis, katanya. “Suara Rakyat Suara Tuhan” hingga gegap-gempita rakyat Karawang menyambutnya. Mereka berharap dengan memilih kepala daerah secara langsung ada setitik “harapan” rakyat bisa memperbaiki nasib derita hidupnya menjadi lebih baik di masa yang akan datang.

Selain itu, selama rezim Orde baru rakyat sudah merasa muak dan bosan dengan sistem Pemilukada oleh DPRD yang disinyalir barbau politik uang. Maka untuk pertamakalinya rakyat Karawang menyelenggarakan Pemilukada langsung tahun 2005 dengan tingkat partisipasi yang tinggi. Hal itu diakui sendiri oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Karawang. Tingkat partisipasi Pemilukada Tahun 2005 lebih baik daripada tingkat partisipasi Pemilukada tahun 2010.

“Target partisipasi pemilih 70 persen pada pemilihan Bupati-Wakil Bupati Karawang 2010 tak tercapai. Hasil penghitungan suara Komisi Pemilihan Umum Karawang, Kamis (18/11), mencatat, tingkat partisipasi 63,64 persen atau diikuti 988.410 pemilih dari total 1.551.925 orang dalam daftar pemilih tetap.

Pencapaian itu lebih rendah dari pada partisipasi dalam Pemilukada Karawang Tahun 2005 yang mencapai 71,59 persen dari 1.354.900 pemilih. Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara di Tempat Pemungutan Suara 3 Desa CikampekTimur, Kecamatan Cikampek. http://nasional.kompas.com/read/2010/11/20/04292594/target.partisipasi.pilkada.karawang.tak.tercapai.

Selain itu, seluruh Calbup tahun 2005 di atas itu adalah kumpulan orang-orang bergengsi dinilai publik Karawang. Achmad Dadang (incumbent), Dadang S Muchtar, (mantan Bupati), Detiawarman (Pengusaha), dan Ade Swara (Pengusaha). Nah.., di situlah pertama kali Ade Swara dan isterinya (Bunda) Nurlatifah yang legendaris itu di kenal luas oleh rakyat Karawang.

Produk Pemilukada langsung pertamakali di Karawang itu dimenangkan oleh pasangan Dadang S Muchtar-Elly Amallia Priyatna dari partai Golkar. Yang melenggangkangkung tanpa kasus apapun selama lima tahun.

Dadang dan Elly relative mulus, melaju selama 5 tahun pemerintahannya, tanpa kasus yang berarti. Meski orangnya dikenal temperamental, Dadang cukup sportif, cerdik dan berhati-hati dalam prilakunya. Teringat pada Desember 2013 lalu, sewaktu pemerintahan Bupati Ade Swara, penulis pernah membocorkan berita di koran lokal, berjudul “7 Pejabat dan 10 Pemborong Karawang Disadap KPK.”
Dadang marah besar dan menelepon penulis, “kenapa berita saya dibocorkan?” penulis tidak tahu, karena yang penulis tahu statemen Dadang layak jual dan diminati pembaca selalu jadi berita utama yang menggemparkan untuk koran lokal.


Ade Swara dalam Pilkada 2010-2015
Ade Swara yang kalah dalam Pemilukada tahun 2005-2010, merasa yakin dan percaya diri Pemilukada tahun 2010-2015 menjadi miliknya, karena Dadang S Muchtar rivalnya sudah dua kali menjabat jadi Bupati Karawang, tidak bisa mencalonkan diri jadi Bupati untuk yang ketiga kalinya.

Terkesan dipaksakan, akhirnya partai Golkar mengusung Dadang menjadi Wakil Bupati berpasangan dengan Soni Hersona kader senior partai Golkar sebagai Calon Bupati Karawang di Pemilukada Tahun 2010-2015. Disinilah kesalahan Dadang yang ambisius mencalonkan diri sebagai Wakil Bupati dinilai publik tidak etis dan memalukan.

Sudah bisa ditebak, dengan mudah Pemilukada Karawang dimenangkan oleh pasangan dari partai PBB dan Demokrat. Dengan jargon ASLI (Ade Swara-Cellica Nurrachadiana) sebagai Bupati/Wakil Bupati Karawang Periode 2010-2015.

Namun dalam perjalanannya, baru beberapa bulan saja Cellica mengeluh, memelas dan curhat kepada wartawan di Youtube https://www.youtube.com/watch?v=c3UTNtAa_sw pasangan ASLI itu sudah tidak ASLI lagi, sudah tidak harmonis lagi.

Di jalanan, masyarakat Karawang merasa heran dan geleng kepala, karena baliho di jalan-jalan utama kota Karawang yang mejeng terpampang jelas, narsis dan jor-joran, foto yang dimunculkan wajah Ade Swara bersama isterinya Bunda Nurlatifah, ketua Tim Penggerak PKK. Bukan pasangan ASLI, Ade Swara-Cellica.

Ibu PKK yang terkenal dengan panggilan “Bunda” itu juga banyak rangkap jabatan lainnya, sebagai anggota DPRD, ketua Pramuka dan lainnya. Semua kepala dinas dan PNS di Karawang hormat kepada Bunda. Hingga isyu santer terdengar di mana-mana, kalau ingin naik jabatan atau dapat proyek APBD harap sowan ke Rumah Dinas Bupati (RDB) menemui Bunda, “jangan ketemu Bupati, percuma saja..” ujar seorang sumber yang anggota DPRD Karawang.

Publik pun tersentak saat membaca berita di Koran lokal, menempatkan posisi Bunda Nurlatifah sebagai orang yang paling berpengaruh di Kabupaten Karawang. Hingga pers menjuluki Bunda Nurlatifah "Wanipiro”. Berlanjut beredarnya joke di tengah masyarakat; “Pejabat Karawang tidak takut KPK, tapi lebih takut PKK.”

Bunda Nurlatifah sebenarnya fenomena baru dalam perspektif sejarah isteri-isteri para Bupati Karawang di masa lampau. Dengan kata lain, para Isteri Bupati Karawang di masa klasik tidak pernah tercatat, apalagi isteri Bupati yang popularitasnya melebihi suaminya, hingga berperan lebih penting melebihi kuasa sang suami. https://nasional.tempo.co/read/593940/istri-bupati-karawang-ade-swara-diciduk-kpk

Tragedi “Tumbangnya” pasangan suami isteri penyelenggara negara yang tertangkap tangan KPK itu langsung ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan Rp 5 miliar terhadap PT Tatar Kertabumi. Kasus serupa ini bukan hanya terjadi di Kabupaten Karawang saja, tapi terjadi pula di kabupaten-kabupaten lainnya di Indonesia.

Maka yang terjadi terjadilah, meski Abraham Samad ketua KPK waktu itu mengatakan, “dinasti politik yang dibangun di daerah kebanyakan melahirkan kejahatan keluarga, KPK merasa prihatin.” Tapi korupsi keluarga, dinasti korupsi telah terlanjur merasuk sukma sampai ketulang sum-sum manusia di lingkar kekuasaan.

Apakah Pemilukada telah melahirkan koruptor? Karena ambisi politik, syahwat politik, diumbarnya aurat kongkalikong, Money politic, telah membuat tenggelamnya “Pemilukada Langsung Harapan Rakyat”. Ongkos Pemilukada yang mahal, puluhan bahkan ratusan miliar tidak berarti, mubazir, menghamburkan uang rakyat.

Lihatlah, pada akhirnya hukum yang bertindak, betapa banyak kepala daerah tersandung kasus korupsi di pengadilan Tipikor Bandung, dan kisah hidup mereka berakhir merana di balik jeruji besi penjara. Idealnya Pemilukada melahirkan pemimpin yang amanah dan bertanggungjawab, moralis, namun harapan rakyat terlanjur dilukainya.

Tragedi pasca Pemilukada Tahun 2010 selain menghasilkan catatan kelam Bupati Karawang dan isterinya ditangkap KPK, perlu di ingat, Ketua DPRD Karawang Tono Bachtiar tewas gantung diri mengenaskan secara misterius pada periode yang sama. https://www.kompasiana.com/heddy/misteri-matinya-ketua-dprd-karawang_54f6918aa3331157178b4fa7

Semua tragedi itu harus menjadi pelajaran penting yang berharga bagi kita semua, khususnya rakyat Karawang yang tertatih dalam menapaki sejarah modern Karawang di masa yang akan datang.