Editorial Cartoon

Editorial Cartoon

Pemerintah Daerah Kab. Karawang, Jawa Barat

Pemerintah Daerah Kab. Karawang, Jawa Barat
Kantor Bupati Karawang

Thursday, April 26, 2012

OPINI

Anggota DPRD Hj. Nurlatifah Melanggar UU


oleh: Pancajihadi Al Panji,S.Pd

(Penulis adalah Pendidik dan Sekjen LSM Kompak Reformasi Karawang)

Hj. Nurlatifah
KETIKA penulis membuka blog-spot Kwartir Cabang (Kwarcab) Pramuka Kabupaten Karawang, penulis terkagum-kagum melihat Ketua Kwarcab Karawang dengan gagahnya penuh wibawa dengan mengenakan baju kebesaran Pramuka, Kak Hajjah Nurlatifah sambil tersenyum “cheez” yang merupakan ciri khas beliau. Nampak di situs tersebut biodata singkat sebagai anggota DPRD aktif dan istri dari Bupati Karawang Haji Ade Swara.Tercantum pula masa jabatan beliau sebagai ketua Kwarcab periode 2011 – 2016 dengan huruf yang dominan.

Tiba-tiba muncul dalam benak penulis, merasa ada kejanggalan ketika mengingat UU No 12 tahun 2010 tentang Pramuka yang melarang pengurus kwartir yang terikat  jabatan publik. Sementara Ibu Nurlatifah adalah Anggota DPRD. Keganjilan lain, Ia dipilih jadi ketua Kwarcab pada bulan April 2011. Artinya UU Pramuka ini tidak diindahkan padahal UU Pramuka diberlakukan setelah diundangkan, yaitu tanggal 24 November 2010. Lembar Negara nomor 131. 

Jelas bin jelas ini sebuah pelanggaran. Tepatnya pada Pasal 27 (1)Kepengurusan kwartir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dipilih oleh pengurus organisasi gerakan pramuka yang berada di bawahnya secara demokratis melalui musyawarah kwartir. (2) Kepengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terikat dengan jabatan publik. 

Menurut Muhammad Taufik Nasution, Sekretaris Lentera Konstitusi mendefinisikan; pejabat publik adalah orang yang menduduki jabatan pada organ pemerintahan atau nonpemerintahan, yang tugas dan fungsi pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, dimana untuk menjalankan tugas dan fungsi tersebut digunakan dana yang bersumber dari keuangan negara (APBN dan/atau APBD), apakah sebagian atau seluruhnya. 

Definisi ini ia simpulkan dari UU No. 14/2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, UU No. 5/1986 dan UU No. 9/2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Ini dapat dikecualikan bila kepengurusan Pramuka terbentuk sebelum adanya UU Pramuka seperti yang tercantum dalam Ketentuan Peralihan Pasal 47 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: a. organisasi gerakan pramuka dan organisasi lain yang menyelenggarakan pendidikan kepramukaan yang ada sebelum Undang-Undang ini diundangkan tetap diakui keberadaannya;  b. satuan atau badan kelengkapan dari organisasisebagaimana dimaksud dalam huruf a tetap menjalankan tugas, fungsi, dan tanggung jawab organisasi yang bersangkutan; Sebagai contoh meskipun Dede Yusuf menjabat wakil Gubernur dan dalam kepramukaan menjabat Ketua Kwarda Jabar hal ini dapat pengecualian karena dia dipilih jadi Ketua Kwarda jauh sebelum adanya UU Pramuka.

Yang lucunya lagi, menurut pemberitaan media massa, pelangagran ini seolah-olah diamini oleh beberapa pejabat. Seperti pelantikannya oleh Wakil Gubernur Dede Yusuf pada tanggal 27 Mei 2011. Serta dihadiri para pejabat teras Kabupaten Karawang dan tentu saja bapak bupati yang ex officio  menjabat Kamabicab. Ditingkat lokal, sebelum muscab rupanya ada dua calon dari pejabat publik yaitu SEKDA Iman Somantri dan Wakil Bupati dr.Cellica Nurrachadiana keduanya mundur dari pencalonan dengan alasan kurang etis bertarung dengan istri Bupati.

Sayangnya mundur bukan karena ada UU Pramuka yang melarangnya. Sementara pengurus kwarcab dan kwaran pada waktu itu, sebagai pemilik suara secara aklamasi memilih Ibu Hajjah Nurlatifah.

Ini sungguh kejadian yang menggelikan di Republik ini. Apakah mereka tidak tahu atau tidak mau tahu atau pura-pura tidak tahu. Kemana penasehat dan ahli hukum Karawang. Ataukah mereka sengaja menjerumuskan pemimpinnya? Dan apa pula kerjanya Kabag Hukum, apakah kerjanya menggoleksi peraturan perundangan tanpa mempelajarinya?.

Bagaimana seorang pengurus organisasi kalau dia sendiri tidak tahu aturannya. Ini memberikan implikasi dan spekulasi yang cukup serius. Apakah pejabat kita bekerja sesuai aturan yang ada atau aturan yang harus mengikuti mereka?. Dimanakah rule of lawrecht staat dimanakah kepastian hukum. Bila pejabatnya saja tidak taat dan tidak tahu hukum bagaimana dengan rakyatnya. Ini berindikasi hanya ketamakan pada kekuasaan.

Sungguh terlambat bagi Kak Nurlatifah untuk mengundurkan diri dan sebenarnya tidak ada istilah mengundurkan diri, sebenarnya karena jabatan Ketua Kwarcab Karawang dianggap ilegal alias tidak syah dan kosong. Produk yang dihasilkanpun juga tidak syah. Sebagai anggota DPRD dia harus mempertangung jawabkan pelanggaran UU ini. Dan Badan Kehormatandan (BK) DPRD Karawang harus memproses seorang anggotanya yang melanggar Sumpah Jabatan dan Kewajibannya sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No 27 TAHUN 2009 Tentang SUSDUK dan UU 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. 

Ini sesuatu yang harus kita renungkan agar ke depan kita lebih hati-hati dan bijak dalam mencari figur pemimpin. Jangan hanya karena kenikmatan sesaat kita dibuat malu.