DARI RAKYAT, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kata Abraham Lincoln; “Democracy is government on the people, by the people, and for people” Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Makna
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dalam budaya demokrasi
itu adalah pemerintahan yang tertinggi dimiliki oleh rakyat. Karena rakyatlah
sebuah Negara terbentuk dan rakyat pula yang memilih para pemimpin Negara.
Termasuk pilih wakilnya di parlemen.
Pengertian
demokrasi berasal dari Yunani “demos”
artinya rakyat, “kratos” artinya
kekuasaan. Demokrasi artinya rakyatlah yang berkuasa. Oleh sebab itu pemimpin
Negara haruslah tunduk kepada rakyat untuk menjalankan roda pemerintahan yang
ada pada sebuah Negara.
Anehnya
wakil rakyat di Kabupaten Karawang ribut
melulu, rakyatnya yang berkuasa malah diem
bae.
Diduga Oknum DPRD
Karawang Terima Fee Money
Diam-diam
rupanya publik di Karawang memperbincangkan kasus terbaru, soal dugaan korupsi ‘Cashback fee’ sewa Hotel pasien
Covid-19 yang dilakukan oleh oknum pejabat Dinas Kesehatan (Dinkes) dan oknum
Anggota Komisi IV DPRD Karawang.
Dugaan
ambil keuntungan yang dilakukan oknum tersebut adalah dengan menerima Upah, fee, balas jasa imbalan dari Hotel
yang dijadikan tempat isolasi pasien Covid-19 jadi topik hangat. Dimana ada ‘Cashback fee’ hingga 40% untuk setiap biaya sewa Hotel
tempat isolasi pasien Covid-19 tersebut.
Meskipun
baru sebatas isyu 'dugaan', namun
dari sisi kaca mata hukum dan moral, masyarakat Karawang menilai persoalan itu
sudah layak dan sudah bisa dilakukan penyelidikan oleh aparat penegak hukum
(APH). Terlebih, ketika rakyat melihat adanya Biaya Tak Terduga (BTT) senilai
Rp 50 miliar untuk penanganan Covid-19 di Kabupaten Karawang dianggap
pemborosan.
Mantapnya Bung Toto
Suripto PDIP, Whistleblower
Adalah
mantan Ketua DPRD yang kini jadi Anggota Komisi IV DPRD Karawang, Toto Suripto
jadi populer. Setelah kader Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) itu 'bernyanyi'
di media cetak maupun online.
Publik
menilai Toto sebagai whistleblower,
Si peniup Peluit. Yang identik dengan orang yang membocorkan penyimpangan dalam
suatu lembaga terhormat, DPRD Karawang sarang penyamun.
“Mantap
tindakan Bung Toto, jangan tanggung-tanggung sekalian saja jadi Justice Collaborator yang memiliki peran
sangat penting dalam memberikan informasi kepada APH dalam mengungkap tindak
pidana korupsi yang tergolong kejahatan kerah putih terorganisir,” ujar Ikhsan
(35) warga Karawang simpatisan fanatik PDIP.
Korupsi
sebagai white collar crime, karena
melibatkan pemegang kekuasaan seperti anggota legislatif, eksekutif, pengusaha,
sampai kepala daerah posisi pelaku yang memiliki kuasa dari sisi politik hingga
materi berlebih sulit terungkap. Sehingga dibutuhkan orang yang berstatus Justice Collaborator.
Menurut
Toto Suripto, menilai isyu ini
menyangkut integritas lembaga, jika memang selama ini diduga ada oknum yang
bermain dan menikmati keuntungan dari penaggulangan Covid-19, Toto meminta APH
untuk bergerak.
“Kalau
memang ada dan ditemukan, saya harap segera diusut. Sebagai anggota DPRD dan
mantan Ketua DPRD Karawang, saya merasa terusik dengan adanya isyu miring ini,” tegas Toto.
“Jika
betul ada wakil rakyat yang main-main menikmati uang penanggulangan dana
Covid-19 sangat memalukan dan patut dipertanyakan integritasnya sebagai anggota
DPRD dan hal ini tidak boleh dibiarkan. Saya harap segera diusut,” ujar Toto
Suripto kepada wartawan di Gedung DPRD Karawang, Rabu (17/03/2021). https://spiritnews.co.id/2021/03/17/pengadaan-hotel-tempat-isolasi-covid-19-jadi-bancakan-oknum-dprd-toto-saya-harap-segera-diusut/?amp
Ketua Partai Golkar
Berang
Tudingan
Toto dianggap bikin gaduh. Padahal Toto sendiri merupakan mantan Ketua DPRD
Kabupaten Karawang periode 2014-2019 dan kini menjabat sebagai anggota Komisi
IV DPRD Karawang. Hingga Ketua Golkar Karawang, Syukur Mulyono berang dan
mengatakan, Toto janganlah menepuk air di dulang yang akhirnya terpercik muka
sendiri, Kamis (08/03/2021).
Mulyono
menilai sikap Toto Suripto tidak etis, karena sebagai anggota dewan menuduh
koleganya sendiri sesama anggota DPRD Karawang. Hingga Mulyono meminta Badan
Kehormatan (BK) DPRD Karawang memanggil Toto untuk memberikan klarifikasi atas
tudingannya itu.
“Kalau
Toto tidak bisa membuktikan tuduhannya, maka layak diberikan sanksi sesuai
aturan yang berlaku,” katanya. https://delik.co.id/2021/03/18/bikin-gaduh-soal-cashback-mulyono-toto-janganlah-menepuk-air-didulang-terpercik-muka-sendiri/
Ribut Pro-Kontra di
DPRD yang Tak Kompak
Terbelah
dan tidak ada kekompakan di internal DPRD menyulut pro-kontra antara yang
kompak dan yang tidak kompak. Perlu diketahui Mulyono sebelumnya adalah Ketua
LSM Kompak, kini menjadi Ketua Partai Golkar Karawang. Sedangkan Toto Suripto
PDIP, ya jelas…Tidak kompak.
Akhirnya
Ketua DPRD Karawang Pendi Anwar mengatakan, buka-bukaan saja, biar nggak jadi
bola liar. Pendi Anwar juga menyayangkan, jika memang benar ada angota dewan
yang melakukan perbuatan itu, kalau benar terjadi. Yah…sangat disayangkan, tapi ini kan baru sebatas dugaan saja.
Meski
merasa heran awal sumber berita mencuatnya Isyu
dugaan 'Cashback fee', Pendi tetap
bersikap tegas. Kalau memang sudah jelas, lebih baik dibuka ke publik, biar
tidak menjadi bola liar. Kamis (18/03/2021).
Disudut
lain, praktisi Hukum Asep Agustian SH.MH, mendesak Kejaksaan Negeri Karawang
untuk segera mengusut dugaan ‘Cashback
fee’ biaya sewa Hotel untuk penanganan isolasi pasien Covid-19 tersebut.
“Saya
apresiasi kepada Pak Toto yang sudah berani bersuara. Karena kalau bukan
anggota wakil rakyat yang bersuara, dari mana masyarakat bisa tahu?” tanya
Asep. Kamis, (08/03/2021).
“Walaupun
baru sebatas dugaan, namun dari sisi kaca mata hukum, persoalan ini sudah layak
dan sudah bisa dilakukan penyelidikan oleh APH. Sudah bisa mendalami
persoalannya, saya minta Kasi Intel Kejaksaan Karawang harus segera turun
melakukan penyelidikan,” ujarnya.
Asep
Agustian pun meminta agar setiap pemilik Hotel yang pernah dijadikan tempat
isolasi pasien Covid-19 bisa bersikap terbuka kepada APH. Jika tidak, maka
persoalan ini bisa masuk dalam kategori kejahatan korupsi yang terstruktur dan
sistematis.
“Anggaran
penanganan dan pencegahan Covid-19 Karawang tahun 2020 membengkak, lantaran
salah satu persoalannya adalah 'Cashback
fee', biaya sewa Hotel itu. Diketahui bahwa biaya sewa Hotel di Karawang
untuk satu hari memang tidak seberapa. Kalau diasumsikan, biaya sewa Hotel per
satu hari Rp 1 juta, dengan Cashback 40%,
si oknum bisa kebagian fee Rp 400 ribu. Jika dikalikan dalam satu bulan sudah gede banget itu fee-nya itu,” jelasnya.
“Kalau
Pak Toto sudah bercerita sepeti itu, ya..
tinggal diproses oleh APH. Makanya sekali lagi saya minta ke penegak hukum,
telusuri persoalan ini dan tangkap pelakunya. Panggil semua pihak yang
berkaitan dengan sewa Hotel itu. Dari mulai pejabat Dinkes, wakil rakyat sampai
pemilik Hotel, panggil saja dulu semuanya untuk diminta keterangan,” tegasnya.
Analisis Heigel
Pengamat
sosial politik, ekonomi dan bisnis Heigel mengatakan, sejatinya hal seperti ini
bukan barang baru. Kongkalikong, sembunyi-sembunyi,
sekongkol dalam melakukan sesuatu yang tidak baik
antara eksekutif, legislatif dan pengusaha sudah lama terjadi, SST.. (Sama-Sama Tahu), sudah bukan
rahasia umum lagi, udah pada nyaho.
“Hal ini juga membuktikan adanya ekonomi dan bisnis di lingkar sosial politik kita. Siapa untung dalam hal penanganan anggaran pandemi Covid-19 Karawang senilai Rp 50 miliar itu? Selama tidak transparan, ya..bakal ribut melulu,” kata Heigel.
Ketertutupan
mengenai penggunaan anggaran Covid-19 bisa meningkatkan peluang terjadinya
penyalahgunaan anggaran dan tindak pidana korupsi. Hingga saat ini, pemerintah
belum menginformasikan secara rinci mengenai laporan penggunaan anggaran untuk
penanganan Covid-19 itu.
Padahal
menurut Pasal 9 ayat (2) huruf c Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik menyebutkan bahwa badan publik diwajibkan untuk
mengumumkan secara berkala laporan keuangannya.
Hal
ini mengingat, pertama, sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020,
Presiden memerintahkan kepada seluruh kementerian dan lembaga untuk melakukan
refocusing dan realokasi anggaran diprioritaskan untuk penanganan Covid-19.
Kedua,
Perppu Nomor 1 Tahun 2020, pasal 27 menyatakan dengan tegas bahwa segala
tindakan dan penggunaan anggaran untuk stabilisasi sistem keuangan pada masa
pandemi tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana.
Hal
tersebut tentu saja semakin memperbesar kewenangan pemerintah dalam penggunaan
anggaran Negara, sekaligus juga memperbesar ruang untuk terjadinya
penyalahgunaan anggaran dan tindak pidana korupsi.
Tapi
Presiden juga mendukung pemeriksaan penanganan Covid-19 secara transparan, akuntabel dan Efektif.
Presiden mendukung pemeriksaan penanganan pandemi Covid-19 dilakukan segera
agar dapat mendukung pelaksanaan kegiatan untuk menemukan solusi bagi cara-cara
baru yang lebih baik dalam menangani krisis secara transparan, akuntabel, dan efektif.
Sikap
ini merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah, baik jajaran pemerintah pusat,
pemerintah daerah, lembaga negara lain; Bank Indonesia, OJK, BUMN, BUMD, Badan Layanan Umum serta TNI dan
Polri. Semua mendukung penuh BPK atas pengelolaan keuangan Negara dalam
penanganan Covid-19 secara transparan,
akuntabel, dan efektif.
Namun
ada paradoksal, kontradiktif disini.
Di satu sisi harus transparan, sisi lainnya sistem keuangan di masa pandemi
tidak bisa dituntut perdata maupun pidana.
Dari Rakyat, Oleh
Rakyat, Untuk Rakyat, Sudah Mafhum
Perihal
kegaduhan di DPRD Karawang terjadi sebab terbelah dua antara kompak dan tidak
kompak tadi. Yang bukan friend, bukan
teman berselisih paham. Hingga mendorong BK DPRD Karawang turun tangan untuk
mendamaikan masalah yang memalukan itu.
Anggaran
penanganan Covid-19 yang Rp 50 miliar itu akan tetap ditutupi jaring laba-laba,
selama tidak ada transparansi. Kejaksaan Negeri waspada, mahasiswa dan para
aktivis muda 'Anti Korupsi' Karawang haus keterbukaan, harap menanti sambil
gigit jari. Bersabar nasib sial nanti akan menimpa mereka juga. Siapa menabur
angin akan menuai badai.
Inti
masalah, siapakah yang membela rakyat diantara mereka itu? Ditengah pandemi
Covid-19, dalam terpuruknya ekonomi dan bisnis, diantara kemiskinan rakyat yang
mencekik leher, berkepanjangan. Masih adakah pertimbangan moralisme?
Tidak
ada. Dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat. Sudah mafhum, rakyat itu mampu menilai nasibnya sendiri,” pungkas Heigel.
(dot)