Karawang Post - Hari Pangan Sedunia (World Food Day) yang diperingati setiap 16 Oktober adalah momentum global untuk merefleksikan isyu ketersediaan pangan yang aman, bergizi, dan berkelanjutan bagi seluruh umat manusia.
Diperkenalkan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) FAO sejak 1981, peringatan tahun 2025 ini bertepatan dengan ulang tahun ke-80 FAO, dengan tema "Hand in Hand for Better Foods and a Better Future" yang menekankan kolaborasi antar-pemangku kepentingan untuk transformasi sistem pangan yang lebih baik.
Bagi Indonesia, negara dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, Hari Pangan Sedunia 2025 menjadi kesempatan strategis untuk mengevaluasi kesiapan ketahanan pangan nasional.
Ketahanan pangan yang didefinisikan FAO, mencakup ketersediaan, akses, pemanfaatan, dan stabilitas pangan yang memenuhi kebutuhan nutrisi semua orang setiap saat.
Membahas kesiapan Indonesia dalam menghadapi tantangan tersebut, dengan fokus pada kondisi terkini, hambatan utama, dan strategi ke depan.
Kondisi Ketahanan Pangan Indonesia Saat Ini
Indonesia telah mencapai kemajuan signifikan dalam ketahanan pangan, terutama dalam hal ketersediaan pangan secara makro. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Pangan Nasional (NFA), lima tahun terakhir ini, produksi pangan nasional mampu memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, dengan surplus beras sebagai komoditas utama.
Namun, kualitas konsumsi pangan rata-rata masih di bawah rekomendasi ahli gizi, di mana pola makan masyarakat didominasi karbohidrat seperti beras, sementara akses terhadap makanan bergizi rendah.
Laporan FAO "The State of Food Security and Nutrition in the World 2025" menunjukkan bahwa biaya diet sehat di Indonesia mencapai USD 4,75 perhari, kurang lebih Rp.79.000 membuat 43,5 persen penduduk kesulitan mengaksesnya akibat inflasi harga pangan.
Selain itu, 21 persen anak di bawah usia lima tahun mengalami stunting, yang diperburuk oleh bencana alam dan perubahan iklim, menjadikan Indonesia sebagai negara kedua paling rawan bencana di dunia pada 2024 lalu.
Pada tingkat kebijakan, pemerintah telah membentuk Badan Pangan Nasional melalui Peraturan Presiden No.66 Tahun 2021, yang bertanggung jawab atas pengelolaan cadangan pangan, stabilisasi pasokan dan harga, serta pengembangan pangan lokal.
Indeks Ketahanan Pangan Indonesia, yang diukur melalui rasio konsumsi perkapita terhadap ketersediaan bersih, persentase kemiskinan, dan akses listrik, menunjukkan peningkatan, tetapi masih ada ketimpangan regional.
Wilayah pedesaan dan pulau-pulau terpencil sering mengalami distribusi yang tidak merata, dengan 70 persen penduduk tidak mampu membeli makanan sehat menurut laporan UN (sumber: indonesia.un.org).
Tantangan Utama Menuju Ketahanan Pangan Berkelanjutan
Meskipun ada kemajuan, kesiapan Indonesia menghadapi tantangan multidimensi yang semakin kompleks menjelang 2025. Dari sisi penawaran, perubahan iklim global menyebabkan banjir, kekeringan, dan degradasi lahan, yang mengurangi produktivitas pertanian.
Rektor IPB University, Prof. Dr. Arif Satria, memaparkan sepuluh tantangan besar, termasuk produksi beras yang belum optimal, alih fungsi lahan sawah (penurunan 2,45 persen pada 2023), dan biaya logistik tinggi hingga 40 persen dari harga produk akibat geografi kepulauan.
Dominasi usaha tani skala kecil juga menghambat efisiensi, sementara ketergantungan impor komoditas seperti gandum, gula, kedelai, dan bawang putih mencapai miliaran dolar, diperburuk oleh fluktuasi nilai tukar rupiah di kisaran Rp16.800 per USD.
Dari sisi permintaan, pertumbuhan penduduk yang tinggi, perubahan selera konsumen, dan persaingan pangan untuk pakan ternak serta bioenergi menambah tekanan. Laporan NFA menyoroti susut dan sisa pangan sebagai agenda prioritas RPJMN 2025-2029, di mana distribusi tidak merata dan akses makanan sehat rendah menjadi isyu utama
Geopolitik global, seperti konflik yang memengaruhi pasokan, juga meningkatkan kerentanan, dengan 1,4 juta orang di dunia menghadapi kelaparan katastrofik menurut Global Report on Food Crises 2025.
Di Indonesia, kemiskinan petani dan praktik pertanian tidak berkelanjutan memperburuk ketidaksetaraan, di mana 70 persen petani hidup di bawah garis kemiskinan.
Strategi dan Kesiapan Pemerintah untuk 2025
Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen kuat melalui alokasi anggaran ketahanan pangan yang naik menjadi Rp155,5 Triliun pada APBN 2025, meningkat 36 persen dari tahun sebelumnya, untuk mendukung peningkatan produktivitas, infrastruktur, dan pemberdayaan petani.
Program Swasembada Pangan 2025, yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto, menargetkan kemandirian beras, jagung, gula, dan garam melalui ekstensifikasi lahan (cetak sawah baru 1 juta hektare di Papua) dan intensifikasi lahan existing.
Kolaborasi antar-kementerian, seperti Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Pertanian, fokus pada optimalisasi bendungan dan irigasi untuk meningkatkan luas lahan tanam.
Strategi lain mencakup diversifikasi pangan lokal seperti jagung, sorgum, sagu, dan singkong untuk mengurangi impor, serta pengembangan Dokumen Peta Kerawanan Pangan berbasis data desa untuk identifikasi wilayah rentan.
Pembaruan Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) 2025 oleh NFA menggunakan data 83.000 desa untuk intervensi tepat sasaran, termasuk mitigasi bencana dan pengurangan stunting.
Pendekatan inovatif seperti green bonds dan public-private partnership (PPP) diharapkan menarik investasi, sementara Undang-Undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan menjadi fondasi hukum untuk stabilitas.
Di Hari Pangan Sedunia 2025, tema lokal seperti "Small Bites, Big Changes: Embracing Alternative Food for a Better Life" dari IPB mendorong festival makanan alternatif untuk kesadaran publik.
Kesimpulan
Kesiapan ketahanan pangan Indonesia di Hari Pangan Sedunia 2025 mencerminkan keseimbangan antara pencapaian dan tantangan. Dengan anggaran masif, program swasembada, dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia berpotensi mewujudkan sistem pangan yang berkelanjutan.
Namun, keberhasilan bergantung pada implementasi yang inklusif, mengatasi ketimpangan akses, dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Sebagai negara agraris, Indonesia harus memanfaatkan biodiversitas 17.000 pulau untuk transformasi agrifood yang adil, memastikan "hak atas pangan untuk kehidupan dan masa depan" bagi semua warga.
Melalui aksi kolektif, Hari Pangan Sedunia 2025 bukan hanya peringatan, melainkan panggilan untuk membangun masa depan pangan yang lebih baik.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang Mengucapkan Selamat Hari Pangan Sedunia Tahun 2025. (***dari berbagai sumber)