KARAWANG Post - Era Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan
1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei
1998 yang digantikan oleh wakil presiden BJ Habibie.
Bersamaan pada saat itu, Bupati
Karawang tengah dijabat oleh Kolonel (Inf) Dadang S Muchtar yang didampingi ketua
DPRD Kolonel (inf) Jamal Safiudin sampai tanggal 3 Agustus 1999. Selanjutnya, Dadang
didampingi ketua DPRD Adjar Sujud Purwanto.
Sebelum menjabat Bupati Karawang,
Dadang menjabat sebagai asisten logistik (Aslog) Kodam III/Siliwangi.
Berdasarkan SK Mendagri Nomor: 141. 32-055 tanggal 21 Februari 2000, secara resmi,
Dadang berhenti menjabat Bupati Karawang dan ditarik kembali ke Markas Besar
TNI. Pada zaman Gus Dur jadi persiden,
istilah itu dikenal sebagai ”TNI back to
barracks”.
Setelah Dadang S Muchtar kembali ke Mabes
TNI, sebelum habis masa jabatannya sebagai Bupati Karawang, maka sebagai pejabat
sementara (Pjs) Bupati Karawang dipegang oleh wakilnya, yakni, RH Daud Priyatna
asal daerah Pedes di Karawang.
Berdasarkan Surat Keputusan (SK)
Menteri Dalam Negeri No. 131.32.055, tanggal 21 Februari tahun 2000, Daud selain
menjabat Bupati Karawang juga merangkap sebagai Wakil Bupati Karawang. Daud menjabat
Pjs Bupati Karawang sedang ketua DPRD nya masih Adjar Sujud Purwanto. Daud melanjutkan
masa jabatan Bupati Karawang hingga tahun 2000.
Setelah Daud Priyatna menyelesaikan
masa jabatannya sebagai Bupati Karawang sampai tahun 2000, Kabupaten Karawang
mengadakan pesta demokrasi Pemilihan Bupati (Pilbup) Karawang PeriodeTahun
2000-2005. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) waktu itu selaku penyelenggara
Pilbup tersebut. Jadi pada saat itu belum terjadi Pemilihan Umum Kepala Daerah
(Pemilukada) langsung.
Wakil rakyat yang duduk di DPRD
Karawang memilih Achmad Dadang yang didampingi oleh Shalahudin Muftie naik menduduki
kursi Bupati/Wakil Bupati Karawang PeriodeTahun 2000-2005. Maka berakhirlah
masa pemilihan Bupati yang dipilih DPRD, Selanjutnya, Bupati/Wakil Bupati akan dipilih
langsung oleh rakyat.
Pemilukada Langsung di Karawang Tahun 2005
Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD)
Kabupaten Karawang, menetapkan empat pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati
Karawang Periode 2005-2010, mereka yang akan berlaga dalam Pemilukada itu; Pertama,
Achmad Dadang (incumbent) berpasangan
dengan Atori Hasanuddien yang diusung PPP dan PAN. Nomor urut dua pasangan Dadang
S Muchtar (mantan Bupati) dan Hj. Elly Amallia yang diusung oleh Partai Golkar.
Nomor urut tiga, Detiawarman dan Adji Mubarok Rachmat yang diusung oleh PDIP, dan
yang terakhir nomor urut empat, pasangan Ade Swara dan Endang Rachmat yang
diusung PKS, PBB dan sejumlah gabungan partai kecil.
Inilah Pemilukada Kabupaten Karawang pertama
yang paling berkualitas dan bergengsi banyak disebut orang, paling demokratis,
katanya. “Suara Rakyat Suara Tuhan” hingga gegap-gempita rakyat Karawang
menyambutnya. Mereka berharap dengan memilih kepala daerah secara langsung ada setitik
“harapan” rakyat bisa memperbaiki nasib derita hidupnya menjadi lebih baik di masa
yang akan datang.
Selain itu, selama rezim Orde baru
rakyat sudah merasa muak dan bosan dengan sistem Pemilukada oleh DPRD yang
disinyalir barbau politik uang. Maka untuk pertamakalinya rakyat Karawang menyelenggarakan
Pemilukada langsung tahun 2005 dengan tingkat partisipasi yang tinggi. Hal itu diakui
sendiri oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Karawang. Tingkat partisipasi Pemilukada
Tahun 2005 lebih baik daripada tingkat partisipasi Pemilukada tahun 2010.
“Target partisipasi pemilih 70 persen pada
pemilihan Bupati-Wakil Bupati Karawang 2010 tak tercapai. Hasil penghitungan suara
Komisi Pemilihan Umum Karawang, Kamis (18/11), mencatat, tingkat partisipasi
63,64 persen atau diikuti 988.410 pemilih dari total 1.551.925 orang dalam daftar
pemilih tetap.
Pencapaian itu lebih rendah dari pada partisipasi
dalam Pemilukada Karawang Tahun 2005 yang mencapai 71,59 persen dari 1.354.900
pemilih. Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara di Tempat Pemungutan Suara
3 Desa CikampekTimur, Kecamatan Cikampek. http://nasional.kompas.com/read/2010/11/20/04292594/target.partisipasi.pilkada.karawang.tak.tercapai.
Selain itu, seluruh Calbup tahun 2005 di
atas itu adalah kumpulan orang-orang bergengsi dinilai publik Karawang. Achmad Dadang
(incumbent), Dadang S Muchtar, (mantan Bupati), Detiawarman (Pengusaha), dan Ade
Swara (Pengusaha). Nah.., di situlah pertama kali Ade Swara dan isterinya (Bunda)
Nurlatifah yang legendaris itu di kenal luas oleh rakyat Karawang.
Produk Pemilukada langsung pertamakali
di Karawang itu dimenangkan oleh pasangan Dadang S Muchtar-Elly Amallia Priyatna
dari partai Golkar. Yang melenggangkangkung
tanpa kasus apapun selama lima tahun.
Dadang dan Elly relative mulus, melaju selama 5 tahun pemerintahannya, tanpa kasus
yang berarti. Meski orangnya dikenal temperamental, Dadang cukup sportif,
cerdik dan berhati-hati dalam prilakunya. Teringat pada Desember 2013 lalu, sewaktu
pemerintahan Bupati Ade Swara, penulis pernah membocorkan berita di koran lokal,
berjudul “7 Pejabat dan 10 Pemborong Karawang Disadap KPK.”
Dadang marah besar dan menelepon penulis,
“kenapa berita saya dibocorkan?” penulis tidak tahu, karena yang penulis tahu statemen Dadang layak jual dan diminati pembaca
selalu jadi berita utama yang menggemparkan untuk koran lokal.
Ade Swara dalam Pilkada 2010-2015
Ade Swara yang kalah dalam Pemilukada tahun
2005-2010, merasa yakin dan percaya diri Pemilukada tahun 2010-2015 menjadi miliknya,
karena Dadang S Muchtar rivalnya sudah dua kali menjabat jadi Bupati Karawang,
tidak bisa mencalonkan diri jadi Bupati untuk yang ketiga kalinya.
Terkesan dipaksakan, akhirnya partai Golkar
mengusung Dadang menjadi Wakil Bupati berpasangan dengan Soni Hersona kader
senior partai Golkar sebagai Calon Bupati Karawang di Pemilukada Tahun 2010-2015.
Disinilah kesalahan Dadang yang ambisius mencalonkan diri sebagai Wakil Bupati
dinilai publik tidak etis dan memalukan.
Sudah bisa ditebak, dengan mudah Pemilukada
Karawang dimenangkan oleh pasangan dari partai PBB dan Demokrat. Dengan jargon
ASLI (Ade Swara-Cellica Nurrachadiana) sebagai Bupati/Wakil Bupati Karawang Periode
2010-2015.
Namun dalam perjalanannya, baru beberapa
bulan saja Cellica mengeluh, memelas dan curhat kepada wartawan di Youtube https://www.youtube.com/watch?v=c3UTNtAa_sw pasangan ASLI itu sudah
tidak ASLI lagi, sudah tidak harmonis lagi.
Di jalanan, masyarakat Karawang merasa
heran dan geleng kepala, karena baliho di jalan-jalan utama kota Karawang yang mejeng terpampang jelas, narsis dan jor-joran, foto yang dimunculkan wajah Ade Swara bersama isterinya Bunda
Nurlatifah, ketua Tim Penggerak PKK. Bukan pasangan ASLI, Ade Swara-Cellica.
Ibu PKK yang terkenal dengan panggilan
“Bunda” itu juga banyak rangkap jabatan lainnya, sebagai anggota DPRD, ketua Pramuka
dan lainnya. Semua kepala dinas dan PNS di Karawang hormat kepada Bunda. Hingga
isyu santer terdengar di mana-mana,
kalau ingin naik jabatan atau dapat proyek APBD harap sowan ke Rumah Dinas Bupati (RDB) menemui Bunda, “jangan ketemu Bupati, percuma saja..” ujar
seorang sumber yang anggota DPRD Karawang.
Publik pun tersentak saat membaca berita
di Koran lokal, menempatkan posisi Bunda Nurlatifah sebagai orang yang paling berpengaruh
di Kabupaten Karawang. Hingga pers menjuluki Bunda Nurlatifah "Wanipiro”.
Berlanjut beredarnya joke di tengah masyarakat;
“Pejabat Karawang tidak takut KPK, tapi lebih takut PKK.”
Bunda Nurlatifah sebenarnya fenomena baru
dalam perspektif sejarah isteri-isteri para Bupati Karawang di masa lampau.
Dengan kata lain, para Isteri Bupati Karawang di masa klasik tidak pernah
tercatat, apalagi isteri Bupati yang popularitasnya melebihi suaminya, hingga berperan
lebih penting melebihi kuasa sang suami. https://nasional.tempo.co/read/593940/istri-bupati-karawang-ade-swara-diciduk-kpk
Tragedi “Tumbangnya” pasangan suami isteri
penyelenggara negara yang tertangkap tangan KPK itu langsung ditetapkan sebagai
tersangka kasus pemerasan Rp 5 miliar terhadap PT Tatar Kertabumi. Kasus serupa
ini bukan hanya terjadi di Kabupaten Karawang saja, tapi terjadi pula di kabupaten-kabupaten
lainnya di Indonesia.
Maka yang terjadi terjadilah, meski
Abraham Samad ketua KPK waktu itu mengatakan, “dinasti politik yang dibangun di
daerah kebanyakan melahirkan kejahatan keluarga, KPK merasa prihatin.” Tapi korupsi
keluarga, dinasti korupsi telah terlanjur merasuk sukma sampai ketulang sum-sum
manusia di lingkar kekuasaan.
Apakah Pemilukada telah melahirkan koruptor?
Karena ambisi politik, syahwat politik, diumbarnya aurat kongkalikong, Money politic, telah
membuat tenggelamnya “Pemilukada Langsung Harapan Rakyat”. Ongkos Pemilukada
yang mahal, puluhan bahkan ratusan miliar tidak berarti, mubazir, menghamburkan uang rakyat.
Lihatlah, pada akhirnya hukum yang bertindak,
betapa banyak kepala daerah tersandung kasus korupsi di pengadilan Tipikor
Bandung, dan kisah hidup mereka berakhir merana di balik jeruji besi penjara. Idealnya
Pemilukada melahirkan pemimpin yang amanah dan bertanggungjawab, moralis, namun harapan rakyat terlanjur dilukainya.
Tragedi pasca Pemilukada Tahun 2010 selain menghasilkan catatan kelam
Bupati Karawang dan isterinya ditangkap KPK, perlu di ingat, Ketua DPRD
Karawang Tono Bachtiar tewas gantung diri mengenaskan secara misterius pada
periode yang sama. https://www.kompasiana.com/heddy/misteri-matinya-ketua-dprd-karawang_54f6918aa3331157178b4fa7
Semua tragedi itu harus menjadi pelajaran
penting yang berharga bagi kita semua, khususnya rakyat Karawang yang tertatih
dalam menapaki sejarah modern Karawang di masa yang akan datang.