Lokasi kawasan hutan yang dirusak itu berada di petak 25a seluas
sekitar 21,23 hektar, Blok Cijengkol RPH Kutapohaci BKPH Telukjambe wilayah
administrasi Desa Mulyasari, Kecamatan Ciampel, Karawang.
Tanah merah dari kawasan hutan itu kemudian dikirim ke lokasi pembangunan
jalan Tol Jakarta-Cikampek II, Perhutani menganggap kegiatan itu merusak lahan
hutan. Hingga melapor ke Polres
Karawang.
Bantahan
Kuasa Hukum H Enan
Menurut Prof. Dr. Muchtar Efendy Nasution,
SH, MBA dan Dr. Nur Hasan, SH, MH. Sebagai kuasa hukum H. Enan Supriatna, SH,
tudingan itu tidak benar.
"Apa yang diminta oleh kepolisian juga sudah
kami tindak lanjuti, dan kami lengkapi. Bersama dengan itu juga Pemerintah
Daerah, Dinas Lingkungan Hidup (DLHK) sudah kita urus perizinannya.
Perlu
kita tekankan di sini, dari awal memang mereka pihak Perhutani, tidak
pernah bisa menunjukan bukti kepemilikan, ini sangat jelas.
Bahkan pada saat dikonfrontir di Polres
Karawang, bagian Reskrim, dan di TKP. Mereka tidak bisa menunjukan bukti
kepemilikan yang syah.
Kalau mereka bisa menunjukan bukti
kepemilikan, Monggo..! kita siap-siap
ke pengadilan, karena kan ini jelas kepemilikannya tanah adat yang dibeli dari
masyarakat dan tidak pernah dijual kepada orang lain, mereka jelas tidak bisa
menunjukan bukti kepemilikan Perhutani.
Yang namanya menunjukan Peta saja, kan sangat
beresiko. Nah Kebetulan kan saat ini proyek Japek II ini sebagai proyek
Super Strategis Nasional. Ya.. kami dengan senang hati dan selalu koordinasi
dengan pihak Kepolisian. Kami selalu meminta arahan dari pihak Kepolisian, agar
proyek ini bisa dipergunakan untuk kepentingan Nasional yang jauh lebih
penting.
Hal itulah yang membuat kami jalan terus,
sehingga ambil langkah tersebut, karena sudah sesuai prosedur hukum. Dan tetap selalu koordinasi dengan
Pemda dan Kepolisian.
Kami mempunyai bukti-bukti, surat kepemilikan
yang syah dan jelas yang ada di H Enan. Kami selalu terbuka dalam hal ini, didukung
pula oleh Dinas Lingkungan Hidup. Karena kita tidak mau bersinggungan, antara
masyarakat dengan Perhutani. Jadi klaim sepihak yang menyatakan kami merusak
hutan, sangat tidak baik dan kami sesalkan.
"Oke… Perhutani dalam hal ini sebagai Plat
Merah, tujuannya sendiri adalah untuk kepentingan sosial dan kemaslahatan
masyarakat.
Nah… dengan kepentingan yang lebih jauh ini,
kan perintah dari Bapak Presiden Jokowi. Maka jelas…. Proyek Super Strategis
sangat penting. Bahkan kami Minggu lalu berkunjungan ke proyek Kereta Api
Cepat, dan ini harus segera diselesaikan. Jadi lahan ini jelas berpotensi,
kenapa kita harus ambil dari tempat lain,” bebernya.
"Jumlah luas tanah pak H. Enan itu kurang lebih 11,5
Hektar, bukan seperti yang mereka beritakan. Tanah merahnya sangat diperlukan untuk proyek pembangunan tersebut.
Terlepas daripada semua itu, tentang laporan polisi
oleh Perhutani, kami siap untuk menempuh jalur hukum. Kami juga sudah datang ke
kantor Perhutani di Purwakarta, dan kami menjelaskan bahwa kami siap
dikonfrontir.
Tapi kalau memang mereka terus mengganggu
aktifitas kami, apalagi dengan intimidasi. Maka kami siap menempuh jalur hukum,” tandasnya.
Saat ditanya wartawan, “kalau kata mereka
tanah ini klaim tanah Perhutani, berarti bohong? Ini tanah diluar Perhutani
ya..?”
“Iya bohong, tanah ini diluar Perhutani. Tanah yang dibeli oleh H Enan Supriyatna ke masyarakat adat, ini kan kalau beli
lahan dari masyarakat. Ahli warisnya juga masih hidup, yang jualnya itu masih
hidup semua, dan masih ada orang-orangnya itu. Jadi kalau mereka berbohong itu
kan ada pidananya.
Masalah klaim sepihak ini sudah terlalu lama,
maka lebih baik diselesaikan ke jalur hukum saja. Bagi kami, intinya tidak mau
bersinggungan. Lebih baik diselesaikan melalui jalur hukum saja, supaya jelas dan terang-benderang. Karena beban
kami saat ini, bagaimana agar tanah ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan yang
jauh lebih besar demi kemaslahatan masyarakat," tegasnya. (Tim)